Thursday, July 10, 2008

Multipartai Lemahkan Sistem Kontrol

BANYAKNYA jumlah partai politik (parpol) justru akan melemahkan fungsi kontrol masyarakat. Karena itu, tidak mengherankan jika saat ini banyak masyarakat yang kecewa dengan kinerja parpol.

Peneliti Pusat Kebijakan Politik Universitas Indonesia Lili Romli mengatakan, membeludaknya jumlah parpol membuka peluang terjadinya penyalahgunaan aspirasi rakyat. Apalagi, parpol sekarang lebih mengedepankan kepentingan individu dan kelompok lalu mengabaikan kepentingan rakyat luas.

"Parpol yang banyak sulit menjalankan hakikat keberadaan parpol, yakni memperjuangkan aspirasi rakyat," tegas Lili. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini menambahkan, banyaknya parpol akan mempersulit masyarakat dalam memantau dan mengontrol kelakuan para politikus.

Jadi, tidak heran jika kekecewaan masyarakat pada parpol menukik ke titik nadir. Untuk mempermudah kontrol masyarakat, kata Lili, jumlah parpol sebaiknya dibatasi cukup lima sampai tujuh. Jumlah ini sesuai dengan mayoritas ideologi yang berkembang di Indonesia.

"Ideologi ini termasuk agama, cara pandang hidup, serta pandangan soal berbangsa dan bernegara. Jadi, lima atau tujuh parpol sangat ideal," sambungnya. Meski demikian, Lili tetap optimistis laju demokrasi di Indonesia akan sukses.

Legitimasi terhadap pemerintah juga akan tetap terbangun meski jumlah golput terus meningkat. Demokrasi di Indonesia juga akan sukses karena rakyat kian cerdas dalam berpolitik. Pendapat senada dilontarkan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan.

Sistem multipartai menurut dia hanya menunjukkan bahwa euforia demokrasi masih tersisa di negeri ini. Bahkan, Anies menganggap ideologi yang ditawarkan parpol nyaris sama dengan yang ada pada zaman 1945 sampai 1955. "Dulu ada Partai Masyumi, PNI, PKI, dan NU. Sekarang ideologi ini masih saja ada. Ideologi Masyumi ini tidak hanya dibawa Partai Bulan Bintang, melainkan juga Partai Golkar dan beberapa partai lain. Karakter seperti Jusuf Kalla dulu adalah orang Masyumi, tetapi sekarang justru lebih eksis di Golkar," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohammad Qodary melihat, secara bertahap masyarakat akan lebih pandai dalam menentukan sikapnya dalam melihat banyaknya parpol yang ada. "Kita baru dua kali menjalankan pemilu yang demokratis dan saya yakin ke depan masyarakat akan jauh lebih cerdas dalam menentukan pilihan politiknya," ujarnya.

Menurut dia, mau tidak mau, parpol dan pemimpin akan melewati dan tidak bisa menghindari mekanisme reward dan punishment. "Jika seorang pemimpin atau partai yang berkuasa tidak memperjuangkan kepentingan rakyat, dalam pemilu ke depan dia tidak akan dipilih lagi, dan begitu pun sebaliknya," terangnya.

Qodary memberi contoh, cukup banyak incumbent yang mengalami kekalahan dalam pelaksanaan pilkada di beberapa tempat serta parpol yang mengalami penurunan suara yang sangat signifikan.
(sindo//mbs)

No comments: